Assalamu’alaikum wr.
Wb.
Salam sejahtera bagi
kitas semua.
Selamat datang di blog
saya. Tulisan ini ditunjukan untuk peserta didik saya kelas XI di SMA Negeri 3 Bulik, Lamandau,
Kalimantan Tengah.
Bagaimana kabar kalian?
Masih semangat? Sudah siap belajar dunk!!
Pada kesempatan ini
kalian akan mempelajari materi Penjasorkes kelas X Bab I Kolonialisme di Indonesia Kemudian kalian kerjakan
evaluasi soal essay.
2.
Jawaban pada soal essai ditulis dengan
huruf “ Times New Roman “
Jawaban dikirim ke
email fadepurnomo@gmail.com
tugas dikirim paling lambat taggal 21 Januari 2017 melalui email masing-masing
siswa.
Pada kolom Subjek
ditulis “Nama Siswa spasi BAB I TUGAS
PERTAMA”
Contoh
: Hilman BAB I TUGAS PERTAMA
Selamat Mengerjakan!
A.
Kebijakan Pemerintah Kolonial di Indonesia
1.
Indonesia pada masa VOC
Setelah bangsa Belanda berhasil
menanamkan kekuasaan perdagangan dan
ekonomi di Indonesia maka pada tanggal 20 Maret 1602 Belanda membentuk kongsi
dagang VOC (Vereenigde Oost-Indische
Compagnie) yang dianjurkan oleh
Johan van Olden Barnevelt yang
mendapat izin dan hak istimewa dari Raja Belanda. Alasan pendirian VOC adalah
adanya persaingan di antara pedagang Belanda
sendiri, adanya ancaman dari komisi dagang
lain, seperti (EIC) Inggris, dan dapat memonopoli perdagangan rempah-rempah di
Indonesia. Untuk mendapatkan keleluasaan usaha di Indonesia, VOC memiliki hak
oktroi, yaitu hak istimewa.
Akan tetapi, VOC harus tetap
tunduk kepada pemerintah di Negara Belanda. Adapun tujuan mendirikan VOC adalah
menghindari persaingan dagang antarpenguasa Belanda, mendapatkan keuntungan
yang sebesar-besarnya, dan bersaing dengan bangsa lain.
Di samping itu, VOC juga
melakukan pelayaran Hongi, yakni misi pelayaran Belanda yang ditugasi
mengawasi, menangkap, dan mengambil tindakan terhadap para pedagang dan
penduduk pribumi yang dianggapnya melanggar ketentuan perdagangan Belanda. Pada
saat itu, produksi rempah-rempah di Maluku meningkat hingga kelebihan produksi.
Untuk itu, VOC mendapat hak eksterpasi, yakni hak untuk
menebang tanaman
rempah-rempah yang dianggap kelebihan jumlahnya dengan tujuan untuk
menstabilkan harga (harga rempah-rempah tetap tinggi).
VOC juga mendapat hak memungut pajak yang
disebut:
a.
Verplichte Leverantie, yaitu kewajiban bagi raja pribumi untuk membayar pajak hasil bumi
kepada Belanda;
b.
Contingenten, yaitu
pajak sewa tanah yang harus dibayar rakyat dengan hasil bumi.
Pengurus VOC
semula hanya 60 orang, tetapi dianggap terlalu banyak sehingga diadakan
pemilihan pengurus dan hanya tinggal 17 orang yang diambil dari beberapa kota.
Mereka yang terpilih menjadi pengurus disebut Dewan 17 (De Heeren Seventien
atau Tuan-Tuan 17) dan ketika VOC banyak urusannya maka Dewan 17 mengangkat
Gubernur Jenderal (Raad van Indie) Pieter Both pada tahun 1610. Ia
adalah Gubernur Jenderal VOC yang pertama di Indonesia.
Usaha VOC semakin berkembang
pesat (1623) dan berhasil menguasai rempah-rempah di Ambon dalam peristiwa Ambon
Massacre. Selanjutnya tahun 1641, VOC berhasil merebut Malaka dari tangan
Portugis. VOC selalu menggunakan Batigslot Politiek (politik
mencari untung, 1602 – 1799) dengan memegang monopoli Belanda di Indonesia.
Selain itu, VOC menjalankan politik devide et impera, yakni sistem
pemecah belah di antara rakyat Indonesia.
VOC mampu menguasai Indonesia pada masa itu
disebabkan oleh:
a.
VOC adalah organisasi dagang yang tertib dan para pengurusnya
bekerja keras sehingga maju dengan pesat,
b.
banyak kerajaan di Indonesia yang mudah dikuasai VOC karena
politik adu domba, dan
c.
para pedagang di Nusantara belum memiliki kesatuan dan persatuan
yang kuat.
Ada
beberapa bukti politik adu domba VOC yang berhasil menguasai kerajaan
Nusantara.
a.
VOC berhasil membantu Sultan Haji dalam merebut Banten dari
tangan Sultan Ageng Tirtayasa.
b.
Dalam permusuhan antara Aru Palaka (Raja Bone) dan Hasanuddin
(Sultan Makassar), VOC membantu Aru Palaka sehingga terjadilah Perjanjian
Bongaya yang menyebabkan Makassar jatuh ke tangan VOC.
c.
VOC berhasil memecah belah Mataram menjadi tiga: kasunanan,
kesultanan, dan mangkunegaran.
Perjalanan kongsi dagang VOC lama kelamaan mengalami kemunduran,
bahkan VOC runtuh pada tanggal 31 Desember 1799. Kemunduran VOC disebabkan
hal-hal berikut.
a. Perang-perang yang dilakukan membutuhkan biaya yang besar
padahal hasil dari bumi Indonesia telah terkuras habis dan kekayaan Indonesia
sudah telanjur terkirim ke negeri Belanda. VOC tidak kuat lagi membiayai
perang-perang tersebut.
b. Kekayaan menyebabkan
para pegawai VOC melupakan tugas, kewajiban, dan tanggung jawab mereka terhadap
pemerintah dan masyarakat. Untuk lebih memperkaya diri, mereka melakukan tindak
korupsi. Merajalelalah korupsi di Indonesia maupun di negeri Belanda.
c. Terjadinya jual beli jabatan. Seorang VOC yang ingin pulang ke
negerinya karena sudah terlampau kaya atau pensiun dapat menjual jabatannya
kepada orang lain dengan harga tinggi. Hal ini akan menjadi sistem suap yang
merajalela.
d.
Tumbuhnya tuan-tuan tanah partikelir. Pemerintah yang kekurangan
biaya untuk membiayai pemerintahannya dan perang terpaksa menjual tanah-tanah
yang luas kepada orang-orang partikelir dengan hak pertuanan.
e. Kekurangan biaya tersebut tidak dapat ditutup dengan hasil
penjualan tanah saja, VOC harus juga mencari pinjaman. Akibatnya, utang VOC
semakin besar.
f.
Pada akhir abad ke-18, VOC tidak mampu lagi memerangi
pedagang-pedagang Eropa lainnya (Inggris, Prancis, Jerman) yang dengan leluasa
berdagang di Nusantara sehingga monopoli VOC hancur.
Keberadaan VOC sudah tidak dapat dipertahankan lagi sehingga
harta milik dan utang-utangnya diambil alih oleh pemerintah negeri Belanda.
Pemerintah kemudian membentuk Komisi Nederburg untuk mengurusinya, termasuk
mengurusi wilayah VOC di Indonesia (1800 – 1907).
. Indonesia pada masa
penjajahan Belanda II
Dengan Perjanjian London,
Belanda memperoleh kembali jajahannya atas Indonesia. Kemudian Belanda
membentuk Komisaris Jenderal yang akan melaksanakan kembali kekuasaan di
Indonesia yang beranggotakan Elout, Buyskes, dan Van der Capellen. Namun oleh
Inggris, ada wilayah Indonesia yang tidak dikembalikan kepada Belanda, yakni
daerah Sumatra dan sekitarnya.
Pada bulan Maret 1816, Raffles
menyerahkan kekuasaannya kepada John Fendall. Setelah itu, Raffles segera
menuju Singapura dan membangun kota Singapura (1819). Singapura dijadikan pusat
pertahanan Inggris sampai Perang Dunia II. Sementara itu, bekas wilayah
kekuasaan Raffles diserahkan oleh John Fendall kepada Komisaris Jenderal pada
tanggal 19 Agustus 1816. Dengan demikian, Indonesia sepenuhnya menjadi daerah
kekuasaan Belanda dan diberi nama Nederlands Indie (Hindia Belanda).
Kehadiran Belanda kembali ke
Indonesia banyak ditentang oleh rakyat dan raja-raja daerah sebab pada masa
lalu kekuasaan raja banyak dikurangi. Belanda juga pernah melaksanakan monopoli
dagang yang merugikan rakyat sehingga menimbulkan rasa antipati rakyat terhadap
Belanda. Kebencian ini lalu menimbulkan gerakan anti penjajahan Belanda seperti
perlawanan Thomas Matulessi, Perang Diponegoro, dan Perang Padri.
a. Tanam Paksa (Cultuur
Stelsel)
Pada tahun 1830, pemerintah
Belanda mengangkat
gubernur jenderal yang baru
untuk Indonesia, yaitu Van den Bosch, yang diserahi tugas untuk meningkatkan
produksi tanaman ekspor, seperti tebu, teh, tembakau, merica, kopi, kapas, dan
kayu manis. Dalam hal ini, Van den Bosch mengusulkan adanya sistem tanam paksa.
Adapun hal-hal yang mendorong
Van den Bosch melaksanakan tanam paksa, antara lain, Belanda membutuhkan banyak
dana untuk membiayai peperangan, baik di negeri Belanda sendiri mau-pun di
Indonesia. Akibatnya, kas negara Belanda kosong. Sementara itu, di Eropa
terjadi perang Belanda melawan Belgia (1830 – 1839) yang juga menelan banyak
biaya.
Tujuan
diadakannya tanam paksa adalah untuk mendapatkan keuntungan yang
sebesar-besarnya, guna menutupi kekosongan kas negara dan untuk membayar
utang-utang negara. Adapun pokok-pokok aturan tanam paksa sebagai berikut.
1)
Seperlima tanah penduduk wajib ditanami tanaman yang laku dalam
perdagangan internasional/Eropa.
2)
Tanah yang ditanami bebas pajak.
3)
Pekerjaan yang diperlukan untuk menanam tanaman perdagangan
tidak boleh melebihi pekerjaan untuk menanam padi.
4) Hasil tanaman perdagangan diserahkan kepada pemerintah dan jika
harga yang ditaksir melebihi pajak, kelebihan itu milik rakyat dan diberikan cultuur
procenten
5) Kegagalan
tanaman/panen menjadi tanggung jawab pemerintah.
Inskripsi
Latar belakang tanam paksa.
1. Di Eropa, Belanda terlibat perang melawan Belgia sehingga
menghabiskan biaya yang besar.
2. Di Hindia Belanda (sekarang Indonesia), banyak terjadi
perlawanan dari rakyat, seperti Perang Diponegoro dan Perang Padri yang juga
menguras keuangan Belanda.
3. Kas negara Belanda kosong dan utang yang ditanggung Belanda
cukup berat.
4.
Pemasukan uang dari penanaman kopi tidak banyak.
Pelaksanaan
tanam paksa diselewengkan oleh Belanda dan para petugasnya yang berakibat
membawa kesengsaraan rakyat. Bentuk penyelewengan tersebut, misalnya, kerja
tanpa dibayar untuk kepentingan Belanda (kerja rodi), kekejaman para mandor
terhadap para penduduk, dan eksploitasi ke-kayaan Indonesia yang dilakukan
Belanda.
Melihat
penderitaan rakyat Indonesia, kaum humanis Belanda menuntut agar tanam paksa
dihapuskan. Tanam paksa mengharuskan rakyat bekerja berat selama musim tanam.
Penderitaan rakyat bertambah berat dengan adanya kerja rodi membangun jalan
raya, jembatan, dan waduk. Selain itu, rakyat masih dibebani pajak yang berat,
sehingga sebagian besar penghasilan rakyat habis untuk membayar pajak. Akibatnya,
rakyat tidak mampu mencukupi kebutuhan sehari-hari sehingga kelaparan terjadi
di mana-mana, seperti Cirebon, Demak, dan Grobogan.
Sementara itu di pihak Belanda, tanam paksa
membawa keuntungan yang besar. Praktik tanam paksa mampu menutup kas negara
Belanda yang kosong sekaligus membayar utang-utang akibat banyak perang.
Adapun tokoh-tokoh kaum humanis anti tanam
paksa sebagai berikut.
1)
Eduard Douwes Dekker yang memprotes pelaksanaan tanam paksa
melalui tulisannya berjudul Max Havelaar. Dalam tulisan tersebut, ia
menggunakan nama samaran Multatuli, artinya aku yang menderita.
2) Baron van Hoevell, ia seorang pendeta di Batavia yang berjuang
agar tanam paksa dihapuskan. Usahanya mendapat bantuan Menteri Keuangan
Torbecke.
3)
Fransen van de Pute, ia seorang anggota Majelis Rendah yang
mengusulkan tanam paksa dihapuskan.
4) Van Deventer, pada tahun 1899, menulis artikel berjudul Een
Eereschuld (Utang Budi) yang dimuat dalam majalah De Gids.
Artikel tersebut berisi, antara lain, Trilogi Van Deventer yang mencakup
edukasi, irigasi, dan transmigrasi. Edukasi artinya mendirikan sekolah-sekolah
bagi pribumi dan akhirnya akan melahirkan kaum cerdik pandai yang memelopori
pergerakan nasional Indonesia. Irigasi artinya mengairi sawah-sawah, namun pada
praktiknya yang diairi hanya perkebunan milik Belanda. Transmigrasi artinya
memindahkan penduduk dari Pulau Jawa ke luar Pulau Jawa, misalnya Sumatra.
Namun praktiknya berubah menjadi emigrasi, yaitu memindahkan penduduk Indonesia
ke Suriname untuk kepentingan perkebunan Belanda.
Inskripsi
|
Akhirnya,
tanam paksa dihapuskan, di-awali dengan dikeluarkannya undang-undang (Regrering
Reglement) pada tahun 1854 tentang penghapusan perbudakan. Namun pada
praktiknya, perbudakan baru dihapuskan pada tanggal 1 Januari 1860.
Selanjutnya, pada tahun 1864 dikeluarkan Undang-Undang Keuangan (Comptabiliteits
Wet) yang mewajibkan
anggaran belanja Hindia Belanda disahkan
oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Dengan demikian, ada pengawasan dari Badan
Legislatif di Nederland. Kemudian pada tahun 1870 dikeluarkan UU Gula (Suiker
Wet) dan UU Tanah (Agrarische Wet).
Tanam paksa benar-benar
dihapuskan pada tahun 1917. Sebagai bukti, kewajiban tanam kopi di Priangan, Manado,
Tapanuli, dan Sumatra Barat dihapuskan.
b. Kolonial Liberal
Setelah tanam paksa dihapuskan,
pemerintah Belanda melaksanakan politik kolonial liberal di Indonesia dengan
memberikan kebebasan pada pengusaha swasta untuk menanamkan modal di Indonesia.
Namun, pelaksanaannya tetap menyengsarakan rakyat karena kebijakan-kebijakan
yang dilaksanakan semata-mata untuk kepentingan kolonial Belanda. Belanda tetap
melaksanakan cara-cara menguasai bangsa Indonesia dengan perjanjian, perang,
dan pemecah belah.
Pelaksanaan politik kolonial
liberal sering disebut Politik Pintu Terbuka (Opendeur Politiek),
yaitu membuka modal swasta asing untuk ditanamkan di Indonesia. Dengan politik
tersebut, Indonesia sebagai tempat untuk mendapatkan bahan mentah, mendapatkan
tenaga yang murah, tempat pemasaran barang produk Eropa serta tempat penanaman
modal asing. Modal swasta Belanda serta modal bangsa Barat lainnya masuk ke
Indonesia dan ditanamkan ke dalam pertanian dan perkebunan sehingga perkebunan
tebu dan tembakau berkembang pesat.
Pembukaan daerah perkebunan di
luar Jawa seperti di Sumatra menjadi semakin luas, sehingga membutuhkan tenaga
kerja yang banyak. Oleh karena itu, muncullah sistem kontrak (kuli kontrak).
Untuk menjamin agar para kuli tidak melarikan diri sebelum habis kontraknya,
dikeluarkanlah peraturan Koeli Ordonnantie yang berisi ancaman hukuman
bagi para pekerja perkebunan yang melanggar ketentuan.
Pelaksanaan politik kolonial liberal ternyata banyak
mendatangkan penderitaan bagi rakyat terutama buruh sebab upah yang mereka
terima tidak seperti yang tertera dalam kontrak. Akibatnya, banyak buruh yang
melarikan diri, terutama dari Deli, Sumatra Utara.
Dari kenyataan di atas jelas Belanda tetap masih melaksanakan
usaha menindas bangsa Indonesia. Hal ini dapat kita lihat pada hal-hal berikut.
1)
Kegiatan ekonomi baik perdagangan atau perkebunan tetap
dimonopoli Belanda walaupun dilaksanakan oleh kaum swasta Belanda sehingga
tetap membawa kesengsaraan rakyat Indonesia.
2) Belanda melaksanakan politik mencari untung sendiri dengan
mendirikan kongsi angkatan laut Belanda (KLM) dan angkatan udara (KPM).
3)
Lewat perjanjian dan perang untuk menindas segala bentuk
perlawanan terhadap Belanda.
4)
Banyak campur tangan di kalangan istana agar mudah memengaruhi
para penguasa kerajaan.
Selanjutnya
pada awal abad ke-20, dari pihak Belanda mulai muncul sikap agak lunak, bahkan
pada tahun 1918, Van Limburg Stirum memberikan "Janji November" yang
isinya bahwa setelah Perang Dunia I, Indonesia akan diberi kemerdekaan. Untuk
itu lalu dibentuk Volksraad (Dewan Rakyat) yang meru-pakan alat keikutsertaan
bangsa Indo-nesia dalam menentukan nasibnya.
TUGAS
Bandingkan kebijakan-kebijakan yang
diterapkan oleh pemerintah kolonial di Indonesia! Adakah kebijakan yang
menguntungkan dan merugikan rakyat Indonesia? Apakah pengaruh
kebijakan-kebijakan tersebut masih dapat dirasakan oleh rakyat Indonesia pada
saat ini? Jawablah pertanyaan-pertanyaan tersebut!