Jumat, 13 Januari 2017

Materi Sejarah Bab I Kelas XI IPS SMAN 3 Bulik

Materi Sejarah Bab I Kelas XI IPS SMAN 3 Bulik :

Assalamu’alaikum wr. Wb.

Salam sejahtera bagi kitas semua.

Selamat datang di blog saya. Tulisan ini ditunjukan untuk peserta didik saya kelas XI di SMA Negeri 3 Bulik, Lamandau, Kalimantan Tengah.

Bagaimana kabar kalian? Masih semangat? Sudah siap belajar dunk!!

Pada kesempatan ini kalian akan mempelajari materi Penjasorkes kelas X Bab I Kolonialisme di Indonesia Kemudian kalian kerjakan evaluasi  soal essay.



2.      Jawaban pada soal essai ditulis dengan huruf “ Times New Roman “



Jawaban dikirim ke email fadepurnomo@gmail.com tugas dikirim paling lambat taggal 21 Januari 2017 melalui email masing-masing siswa.

Pada kolom Subjek ditulis “Nama Siswa spasi BAB I TUGAS PERTAMA”

Contoh : Hilman BAB I TUGAS PERTAMA

Selamat Mengerjakan!
 
A.    Kebijakan Pemerintah Kolonial di Indonesia

1.   Indonesia pada masa VOC

Setelah bangsa Belanda berhasil menanamkan kekuasaan perdagangan dan ekonomi di Indonesia maka pada tanggal 20 Maret 1602 Belanda membentuk kongsi dagang VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie) yang dianjurkan oleh Johan van Olden Barnevelt yang mendapat izin dan hak istimewa dari Raja Belanda. Alasan pendirian VOC adalah adanya persaingan di antara pedagang Belanda

sendiri, adanya ancaman dari komisi dagang lain, seperti (EIC) Inggris, dan dapat memonopoli perdagangan rempah-rempah di Indonesia. Untuk mendapatkan keleluasaan usaha di Indonesia, VOC memiliki hak oktroi, yaitu hak istimewa.

Akan tetapi, VOC harus tetap tunduk kepada pemerintah di Negara Belanda. Adapun tujuan mendirikan VOC adalah menghindari persaingan dagang antarpenguasa Belanda, mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya, dan bersaing dengan bangsa lain.

Di samping itu, VOC juga melakukan pelayaran Hongi, yakni misi pelayaran Belanda yang ditugasi mengawasi, menangkap, dan mengambil tindakan terhadap para pedagang dan penduduk pribumi yang dianggapnya melanggar ketentuan perdagangan Belanda. Pada saat itu, produksi rempah-rempah di Maluku meningkat hingga kelebihan produksi. Untuk itu, VOC mendapat hak eksterpasi, yakni hak untuk
menebang tanaman rempah-rempah yang dianggap kelebihan jumlahnya dengan tujuan untuk menstabilkan harga (harga rempah-rempah tetap tinggi).

VOC juga mendapat hak memungut pajak yang disebut:

a.   Verplichte Leverantie, yaitu kewajiban bagi raja pribumi untuk membayar pajak hasil bumi kepada Belanda;

b.   Contingenten, yaitu pajak sewa tanah yang harus dibayar rakyat dengan hasil bumi.



Pengurus VOC semula hanya 60 orang, tetapi dianggap terlalu banyak sehingga diadakan pemilihan pengurus dan hanya tinggal 17 orang yang diambil dari beberapa kota. Mereka yang terpilih menjadi pengurus disebut Dewan 17 (De Heeren Seventien atau Tuan-Tuan 17) dan ketika VOC banyak urusannya maka Dewan 17 mengangkat Gubernur Jenderal (Raad van Indie) Pieter Both pada tahun 1610. Ia adalah Gubernur Jenderal VOC yang pertama di Indonesia.



Usaha VOC semakin berkembang pesat (1623) dan berhasil menguasai rempah-rempah di Ambon dalam peristiwa Ambon Massacre. Selanjutnya tahun 1641, VOC berhasil merebut Malaka dari tangan Portugis. VOC selalu menggunakan Batigslot Politiek (politik mencari untung, 1602 – 1799) dengan memegang monopoli Belanda di Indonesia. Selain itu, VOC menjalankan politik devide et impera, yakni sistem pemecah belah di antara rakyat Indonesia.

VOC mampu menguasai Indonesia pada masa itu disebabkan oleh:

a.   VOC adalah organisasi dagang yang tertib dan para pengurusnya bekerja keras sehingga maju dengan pesat,

b.   banyak kerajaan di Indonesia yang mudah dikuasai VOC karena politik adu domba, dan

c.   para pedagang di Nusantara belum memiliki kesatuan dan persatuan yang kuat.

Ada beberapa bukti politik adu domba VOC yang berhasil menguasai kerajaan Nusantara.

a.   VOC berhasil membantu Sultan Haji dalam merebut Banten dari tangan Sultan Ageng Tirtayasa.

b.   Dalam permusuhan antara Aru Palaka (Raja Bone) dan Hasanuddin (Sultan Makassar), VOC membantu Aru Palaka sehingga terjadilah Perjanjian Bongaya yang menyebabkan Makassar jatuh ke tangan VOC.

c.   VOC berhasil memecah belah Mataram menjadi tiga: kasunanan, kesultanan, dan mangkunegaran.

Perjalanan kongsi dagang VOC lama kelamaan mengalami kemunduran, bahkan VOC runtuh pada tanggal 31 Desember 1799. Kemunduran VOC disebabkan hal-hal berikut.

a.   Perang-perang yang dilakukan membutuhkan biaya yang besar padahal hasil dari bumi Indonesia telah terkuras habis dan kekayaan Indonesia sudah telanjur terkirim ke negeri Belanda. VOC tidak kuat lagi membiayai perang-perang tersebut.
b.  Kekayaan menyebabkan para pegawai VOC melupakan tugas, kewajiban, dan tanggung jawab mereka terhadap pemerintah dan masyarakat. Untuk lebih memperkaya diri, mereka melakukan tindak korupsi. Merajalelalah korupsi di Indonesia maupun di negeri Belanda.

c.   Terjadinya jual beli jabatan. Seorang VOC yang ingin pulang ke negerinya karena sudah terlampau kaya atau pensiun dapat menjual jabatannya kepada orang lain dengan harga tinggi. Hal ini akan menjadi sistem suap yang merajalela.

d.  Tumbuhnya tuan-tuan tanah partikelir. Pemerintah yang kekurangan biaya untuk membiayai pemerintahannya dan perang terpaksa menjual tanah-tanah yang luas kepada orang-orang partikelir dengan hak pertuanan.

e.   Kekurangan biaya tersebut tidak dapat ditutup dengan hasil penjualan tanah saja, VOC harus juga mencari pinjaman. Akibatnya, utang VOC semakin besar.
f.   Pada akhir abad ke-18, VOC tidak mampu lagi memerangi pedagang-pedagang Eropa lainnya (Inggris, Prancis, Jerman) yang dengan leluasa berdagang di Nusantara sehingga monopoli VOC hancur.

Keberadaan VOC sudah tidak dapat dipertahankan lagi sehingga harta milik dan utang-utangnya diambil alih oleh pemerintah negeri Belanda. Pemerintah kemudian membentuk Komisi Nederburg untuk mengurusinya, termasuk mengurusi wilayah VOC di Indonesia (1800 – 1907).

. Indonesia pada masa penjajahan Belanda II

Dengan Perjanjian London, Belanda memperoleh kembali jajahannya atas Indonesia. Kemudian Belanda membentuk Komisaris Jenderal yang akan melaksanakan kembali kekuasaan di Indonesia yang beranggotakan Elout, Buyskes, dan Van der Capellen. Namun oleh Inggris, ada wilayah Indonesia yang tidak dikembalikan kepada Belanda, yakni daerah Sumatra dan sekitarnya.

Pada bulan Maret 1816, Raffles menyerahkan kekuasaannya kepada John Fendall. Setelah itu, Raffles segera menuju Singapura dan membangun kota Singapura (1819). Singapura dijadikan pusat pertahanan Inggris sampai Perang Dunia II. Sementara itu, bekas wilayah kekuasaan Raffles diserahkan oleh John Fendall kepada Komisaris Jenderal pada tanggal 19 Agustus 1816. Dengan demikian, Indonesia sepenuhnya menjadi daerah kekuasaan Belanda dan diberi nama Nederlands Indie (Hindia Belanda).

Kehadiran Belanda kembali ke Indonesia banyak ditentang oleh rakyat dan raja-raja daerah sebab pada masa lalu kekuasaan raja banyak dikurangi. Belanda juga pernah melaksanakan monopoli dagang yang merugikan rakyat sehingga menimbulkan rasa antipati rakyat terhadap Belanda. Kebencian ini lalu menimbulkan gerakan anti penjajahan Belanda seperti perlawanan Thomas Matulessi, Perang Diponegoro, dan Perang Padri.



a. Tanam Paksa (Cultuur Stelsel)

Pada tahun 1830, pemerintah Belanda mengangkat


gubernur jenderal yang baru untuk Indonesia, yaitu Van den Bosch, yang diserahi tugas untuk meningkatkan produksi tanaman ekspor, seperti tebu, teh, tembakau, merica, kopi, kapas, dan kayu manis. Dalam hal ini, Van den Bosch mengusulkan adanya sistem tanam paksa.

Adapun hal-hal yang mendorong Van den Bosch melaksanakan tanam paksa, antara lain, Belanda membutuhkan banyak dana untuk membiayai peperangan, baik di negeri Belanda sendiri mau-pun di Indonesia. Akibatnya, kas negara Belanda kosong. Sementara itu, di Eropa terjadi perang Belanda melawan Belgia (1830 – 1839) yang juga menelan banyak biaya.




Tujuan diadakannya tanam paksa adalah untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya, guna menutupi kekosongan kas negara dan untuk membayar utang-utang negara. Adapun pokok-pokok aturan tanam paksa sebagai berikut.
1)  Seperlima tanah penduduk wajib ditanami tanaman yang laku dalam perdagangan internasional/Eropa.
2)  Tanah yang ditanami bebas pajak.

3)  Pekerjaan yang diperlukan untuk menanam tanaman perdagangan tidak boleh melebihi pekerjaan untuk menanam padi.
4)   Hasil tanaman perdagangan diserahkan kepada pemerintah dan jika harga yang ditaksir melebihi pajak, kelebihan itu milik rakyat dan diberikan cultuur procenten



 (hadiah karena menyerahkan lebih). Akibatnya, rakyat saling berlomba untuk mendapatkannya.

5) Kegagalan tanaman/panen menjadi tanggung jawab pemerintah.




Inskripsi

Latar belakang tanam paksa.

1.  Di Eropa, Belanda terlibat perang melawan Belgia sehingga menghabiskan biaya yang besar.
2.   Di Hindia Belanda (sekarang Indonesia), banyak terjadi perlawanan dari rakyat, seperti Perang Diponegoro dan Perang Padri yang juga menguras keuangan Belanda.
3.  Kas negara Belanda kosong dan utang yang ditanggung Belanda cukup berat.
4.   Pemasukan uang dari penanaman kopi tidak banyak.



Pelaksanaan tanam paksa diselewengkan oleh Belanda dan para petugasnya yang berakibat membawa kesengsaraan rakyat. Bentuk penyelewengan tersebut, misalnya, kerja tanpa dibayar untuk kepentingan Belanda (kerja rodi), kekejaman para mandor terhadap para penduduk, dan eksploitasi ke-kayaan Indonesia yang dilakukan Belanda.



Melihat penderitaan rakyat Indonesia, kaum humanis Belanda menuntut agar tanam paksa dihapuskan. Tanam paksa mengharuskan rakyat bekerja berat selama musim tanam. Penderitaan rakyat bertambah berat dengan adanya kerja rodi membangun jalan raya, jembatan, dan waduk. Selain itu, rakyat masih dibebani pajak yang berat, sehingga sebagian besar penghasilan rakyat habis untuk membayar pajak. Akibatnya, rakyat tidak mampu mencukupi kebutuhan sehari-hari sehingga kelaparan terjadi di mana-mana, seperti Cirebon, Demak, dan Grobogan.

Sementara itu di pihak Belanda, tanam paksa membawa keuntungan yang besar. Praktik tanam paksa mampu menutup kas negara Belanda yang kosong sekaligus membayar utang-utang akibat banyak perang.

Adapun tokoh-tokoh kaum humanis anti tanam paksa sebagai berikut.

1)  Eduard Douwes Dekker yang memprotes pelaksanaan tanam paksa melalui tulisannya berjudul Max Havelaar. Dalam tulisan tersebut, ia menggunakan nama samaran Multatuli, artinya aku yang menderita.

2)   Baron van Hoevell, ia seorang pendeta di Batavia yang berjuang agar tanam paksa dihapuskan. Usahanya mendapat bantuan Menteri Keuangan Torbecke.
3)  Fransen van de Pute, ia seorang anggota Majelis Rendah yang mengusulkan tanam paksa dihapuskan.
4)  Van Deventer, pada tahun 1899, menulis artikel berjudul Een Eereschuld (Utang Budi) yang dimuat dalam majalah De Gids. Artikel tersebut berisi, antara lain, Trilogi Van Deventer yang mencakup edukasi, irigasi, dan transmigrasi. Edukasi artinya mendirikan sekolah-sekolah bagi pribumi dan akhirnya akan melahirkan kaum cerdik pandai yang memelopori pergerakan nasional Indonesia. Irigasi artinya mengairi sawah-sawah, namun pada praktiknya yang diairi hanya perkebunan milik Belanda. Transmigrasi artinya memindahkan penduduk dari Pulau Jawa ke luar Pulau Jawa, misalnya Sumatra. Namun praktiknya berubah menjadi emigrasi, yaitu memindahkan penduduk Indonesia ke Suriname untuk kepentingan perkebunan Belanda.






Inskripsi
Akhirnya, tanam paksa dihapuskan, di-awali dengan dikeluarkannya undang-undang (Regrering Reglement) pada tahun 1854 tentang penghapusan perbudakan. Namun pada praktiknya, perbudakan baru dihapuskan pada tanggal 1 Januari 1860. Selanjutnya, pada tahun 1864 dikeluarkan Undang-Undang Keuangan (Comptabiliteits Wet) yang mewajibkan

anggaran belanja Hindia Belanda disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Dengan demikian, ada pengawasan dari Badan Legislatif di Nederland. Kemudian pada tahun 1870 dikeluarkan UU Gula (Suiker Wet) dan UU Tanah (Agrarische Wet).

Tanam paksa benar-benar dihapuskan pada tahun 1917. Sebagai bukti, kewajiban tanam kopi di Priangan, Manado, Tapanuli, dan Sumatra Barat dihapuskan.

b. Kolonial Liberal

Setelah tanam paksa dihapuskan, pemerintah Belanda melaksanakan politik kolonial liberal di Indonesia dengan memberikan kebebasan pada pengusaha swasta untuk menanamkan modal di Indonesia. Namun, pelaksanaannya tetap menyengsarakan rakyat karena kebijakan-kebijakan yang dilaksanakan semata-mata untuk kepentingan kolonial Belanda. Belanda tetap melaksanakan cara-cara menguasai bangsa Indonesia dengan perjanjian, perang, dan pemecah belah.

Pelaksanaan politik kolonial liberal sering disebut Politik Pintu Terbuka (Opendeur Politiek), yaitu membuka modal swasta asing untuk ditanamkan di Indonesia. Dengan politik tersebut, Indonesia sebagai tempat untuk mendapatkan bahan mentah, mendapatkan tenaga yang murah, tempat pemasaran barang produk Eropa serta tempat penanaman modal asing. Modal swasta Belanda serta modal bangsa Barat lainnya masuk ke Indonesia dan ditanamkan ke dalam pertanian dan perkebunan sehingga perkebunan tebu dan tembakau berkembang pesat.

Pembukaan daerah perkebunan di luar Jawa seperti di Sumatra menjadi semakin luas, sehingga membutuhkan tenaga kerja yang banyak. Oleh karena itu, muncullah sistem kontrak (kuli kontrak). Untuk menjamin agar para kuli tidak melarikan diri sebelum habis kontraknya, dikeluarkanlah peraturan Koeli Ordonnantie yang berisi ancaman hukuman bagi para pekerja perkebunan yang melanggar ketentuan.

Pelaksanaan politik kolonial liberal ternyata banyak mendatangkan penderitaan bagi rakyat terutama buruh sebab upah yang mereka terima tidak seperti yang tertera dalam kontrak. Akibatnya, banyak buruh yang melarikan diri, terutama dari Deli, Sumatra Utara.

Dari kenyataan di atas jelas Belanda tetap masih melaksanakan usaha menindas bangsa Indonesia. Hal ini dapat kita lihat pada hal-hal berikut.

1)  Kegiatan ekonomi baik perdagangan atau perkebunan tetap dimonopoli Belanda walaupun dilaksanakan oleh kaum swasta Belanda sehingga tetap membawa kesengsaraan rakyat Indonesia.



2)  Belanda melaksanakan politik mencari untung sendiri dengan mendirikan kongsi angkatan laut Belanda (KLM) dan angkatan udara (KPM).
3)  Lewat perjanjian dan perang untuk menindas segala bentuk perlawanan terhadap Belanda.
4)  Banyak campur tangan di kalangan istana agar mudah memengaruhi para penguasa kerajaan.


Selanjutnya pada awal abad ke-20, dari pihak Belanda mulai muncul sikap agak lunak, bahkan pada tahun 1918, Van Limburg Stirum memberikan "Janji November" yang isinya bahwa setelah Perang Dunia I, Indonesia akan diberi kemerdekaan. Untuk itu lalu dibentuk Volksraad (Dewan Rakyat) yang meru-pakan alat keikutsertaan bangsa Indo-nesia dalam menentukan nasibnya.

TUGAS

Bandingkan kebijakan-kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah kolonial di Indonesia! Adakah kebijakan yang menguntungkan dan merugikan rakyat Indonesia? Apakah pengaruh kebijakan-kebijakan tersebut masih dapat dirasakan oleh rakyat Indonesia pada saat ini? Jawablah pertanyaan-pertanyaan tersebut!